Oleh: Cecep Supriadi
Salah satu urusan yang dimaksud adalah Jilbab. Jilbab (Arab: جلباب ) adalah busana muslim terusan
panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa
dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan
tuntunan syariat Islam untuk
menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab (Lihat Wikipedia). Jilbab merupakan bagian dari syariat Islam. Bukan hanya sekedar
identitas seorang muslimah saja, hiasan kepala, ataupun penghalang bagi seorang
Muslimah untuk beraktivitas. Menggunakan jilbab adalah sebuah kewajiban sesuai
dengan firman Allah swt:
Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)
Penggunaan
jilbab merupakan sebuah keniscayaan. Sebagai sebuah bukti ketaatan pada Allah
Swt dan Rasul-Nya. Penggunaannya sejatinya adalah sebuah peradaban yang tinggi.
Dalam sejarah pakaian, jilbab merupakan model pakaian yang paling ideal, paling
modern, dan paling beradab. Muslimah yang berjilbab sesuai syariat menunjukan
kematangan pemikiran dan spiritualnya.
Fungsi jilbab
yang sangat penting dalam menaikkan derajat muslimah, melindungi kehormatan dan
jiwanya, menghindari pandangan liar penuh nafsu, dan memberikan ketenangan hati
bagi para pemakainya, belum banyak difahami oleh sebagian saudari muslimah
kita. Terbukti dari kurangnya kesadaran menutupi aib diri dengan jilbab, dan
memberikan statement mereka yang berjilbab dianggap kolot dan
tidak zamani.
Arus
besar-besaran penggunaan jilbab di Indonesia terjadi saat runtuhnya rezim Orde
Baru. Kebebasan berekspresi dan atas nama HAM, membuat ruang tersendiri untuk
berjilbab. Pemakaian jilbab yang didasari keimanan semakin meluas sejak itu.
Bertahun-tahun dibawah pemerintahan otoriter, terbayarkan setelah runtuhnya
rezim tersebut. Suka cita mereka yang merindukan kenyamanan beribadah dan
dakwah, termasuk juga kenyamanan menunjukan identitas keimanan dan ketakwaan.
Jilbab menjadi lambang kebebasan muslimah saat itu. Mereka menunjukan jati
dirinya sebagai hamba Allah Swt yang taat pada perintah-Nya.
Namun dalam
perkembangan selanjutnya jilbab tidak lepas dari modernitas, dan perubahan
fungsi. Yang pada awalnya sebagai penutup aurat, pelindung diri, dan bukti
ketaatan, dikembangkan menjadi sebuah fashion yang menarik dan menguntungkan
dari sisi bisnis. Fenomena jilbab juga menjadi trend tersendiri pada saat ini.
Tidak sekedar modis juga harus trendi. Mungkin ini dipengaruhi karena sifat
wanita yang selalu ingin tampil perfectly. Selama masih sesuai dengan
syariat, tidak ada masalah bagaimanapun model jilbab yang digunakan.
Fenomena ini
juga bermula dari celotehan kaum penghujat jilbab yang menyatakan jilbab tidak
sesuai zaman modern. Pemakainya kolot dan kampungan. Bahkan sebagian mereka
menyatakan bahwa Jilbab hanyalah tradisi bangsa Arab saja. Bangsa Arab
menjadikan jilbab pelindung dari terik matahari gurun pasir yang panas.
Sehingga mereka gemar dan terbiasa menggunakan pakaian yang lengkap menutupi
tubuh mereka. Sedangkan di Indonesia, iklim yang tropis dan alam yang sejuk
tidak memerlukan jilbab sebagai pelindung. Na’udzubillah.
Saat ini, Jilbab
dimodifikasi dan didesign sedemikan rupa mengikuti zamannya. Tampil
berjilbab trendi menjadi kesan tersendiri. Jika kita lihat, kesan kolot,
kampungan, tidak zamani itu sepertinya lenyap, tidak nampak. Dari sini kita
bersyukur semakin banyak ketertarikan berjilbab, mulai dari masyarakat bawah
sampai atas, kalangan muda sampai tua. Mulai dari Artis/pesohor sampai para
penggemar. Para designer pun mulai kebanjiran order jilbab trendi nan gaul ini.
Menjadikan babak baru dunia fashion saat ini.
Terlepas dari
jilbab trendi yang fashionable mengikuti tren pakaian terbaru. Muncul
juga istilah “jilbab gaul”, berjilbab tapi tetap gaul. Dengan pengembangan dari
model jilbab syariat menjadi model gaul. Yang terkadang keluar dari kaidah ideal
sebuah pakaian. Berjilbab namun masih menujukkan aurat, bentuk tubuh, bahkan
hanya sekedar penutup kepala saja. Sebagian orang menyindir
mereka dengan panggilan “Jilboobs”. Yang merupakan plesetan dari jilbab dan
boobs atau dada wanita. Jilboob diartikan gaya berpakaian berjilbab namun masih
memperlihatkan lekukan dada, pantat, dan perut mereka. Banyak yang mengomentari
fenomena ini dengan mengecam habis-habisan para pemakainya. Di lain sisi ada
yang mengomentari dengan nada belaan.
Semakin
menjamurnya jilbab trendi ini membuat trend fashion baru lagi. Ada beberapa
yang mengaku berjilbab gaya jilboos ini lantaran masih mencari model jilbab
yang sesuai. Ada pula yang memilih gaya ini karena tuntutan kemudahan dalam
beraktivitas. Dan tidak sedikit dari mereka yang hanya sekedar ikut-ikutan
seperti yang diperlihatkan para pesohor (artis, penj).
Imam besar
Mesjid Istiqlal Jakarta, Prof. Mustofa Ali Ya’qub-pun menanggapi fenomena
perkembangan jilbab ini dengan memberikan arahan pemakaian jilbab (pakaian
muslim/ah khususnya) dengan 4 T; Tidak transparan, Tidak ketat, Tidak terbuka
aurat, dan Tidak berlainan jenis (Laki-laki tidak menggunakan pakaian wanita
dan sebaliknya, penj).
Tidak
transparan mengindikasikan pakaian harus berasal dari kain yang tebal, yang
dapat menutupi warna kulit, tidak tipis, dan tembus pandang. Kain tidak
berbahan kaos yang dapat mencetak bentuk tubuh, tonjolan maupun
lekukannya. Tidak ketat sehingga dada terlihat menonjol, pantat terlihat
berlekuk. Cukup untuk menutupi aurat, laki-laki maupun wanita. Aurat tidak
terbuka atau terlihat. Jika aurat adalah aib, maka menutupi aib adalah sebuah
keharusan. Pakaian juga tidak tertukar, atau sengaja ditukar. Pakaian laki-laki
tidak diperuntukan wanita, dan sebaliknya. Semua harus sesuai kodratnya.
Penggunaan
jilbab yang belum sesuai dengan syariat masih lebih baik jika dibandingkan
dengan mereka yang menanggalkan jilbabnya. Dan terus mendoakan mereka agar bisa
lebih baik lagi. Namun upaya mensosialisikan pemakaian jilbab yang benar perlu
terus digalakkan. Pemahaman tentang pentingnya jilbab bagi wanita harus terus
disebarkan, baik melalui sosial media, media cetak, maupun media elektronik.
Yang tidak
kalah penting adalah pemahaman terhadap ajaran Islam. Pemahaman yang kaffah
tidak akan mengeluarkan seseorang keluar dari syariat Islam. Meninjau jilbab
dari sisi kewajiban dan ketaatan tanpa menghilangkan kesan trendi. Menjadi contoh
bagi muslimah lainnya.
Pendidikan
keluarga menjadi sangat penting disini. Peran orang tua terhadap pendidikan
anak mutlak harus terus diajarkan. Termasuk bagaimana memilih dan menggunakan
pakaian yang baik, harus masuk kedalam kurikulum pendidikan keluarga.
Orang tua harus menjadi pelopor dan panutan bagi anak. Pendidikan keluarga yang
baik menjadi penentu keberlangsungan generasi yang baik.
Pun demikian
dengan lingkungan. Pendidikan lingkungan (pendidikan masyarakat) menjadi
pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian. Lingkungan masyarakat yang
baik tercipta dari pendidikan keluarga yang baik dan akan menghasilkan kumpulan
orang-orang yang baik pula.
Semua fenomena
jilbab perlu disikapi dengan solusi yang tepat. Dengan cara pandang yang baik.
Tidak frontal tanpa solusi. Tidak mencaci maki dan menjelek-jelekkan. Bisa
jadi, gaya frontal, barbar, caci maki, malah membuat para muslimah berjilbab
menanggalkan jilbabnya. Semua butuh proses yang bertahap. Tidak ada yang
sempurna, namun semua harus berusaha semaksimal mungkin menjadi muslimah yang
ideal. Sesuai dengan ketentuan yang telah dijabarkan para ulama.
Wallahu A’lam.
+ komentar + 1 komentar
Artikelnya bgus
Posting Komentar