Oleh: Cecep
Supriadi
Pendahuluan
Berbicara mengenai
orientalisme, tentu tidak lepas dari kajian terhadap pandangan Barat mengenai
ketimuran. Suatu hal yang pasti, adalah setiap kajian yang dilakukan tentu
tidak pernah lepas dari sebuah tujuan. Sama halnya dengan para orientalis,
mereka tidak pernah bisa lepas dari tujuan awal yang akan dicapai.[1]
Sebenarnya pemikiran orientalis telah lama mempengaruhi pemikiran dunia secara
global, tak luput di antaranya adalah para islamisis, maupun para pemikir atau
cendekiawan muslim sendiri. Pengaruh pemikiran barat telah merambah keseluruh
aspek kehidupan, kebudayaan dan bahkan peradaban Timur.
Khusus kajian
orientalis terhadap ke-Islaman sendiri, sudah jauh merambah dibanding apa yang
dilakukan oleh ulama Islam sendiri yang lebih menyibukkan diri pada perdebatan
fiqih, hukum, theologi yang tak jarang saling mengkafirkan. Sehingga para
orientalis telah jauh lebih mendalami berbagai aspek Islam, mulai dari kajian
al-Qur’an, tafsir, sunnah Nabi, dan bahkan sejarah teks itu sendiri. Sehingga
tak jarang hasil kajian mereka membuat umat muslim merasa tidak nyaman dan
bahkan geram. Salah satu penelitian orientalis yang banyak membuat dunia Islam
geger, khususnya dunia akademik Islam adalah hasil pemikiran pencarian panjang
seorang tokoh orientalis dari Australia, Arthur Jeffrey.
Arthur Jeffrey adalah
seorang orientalis yang banyak mengkaji Islam dari segi kritik al-Qur'an, dan
tak kalah hebohnya tanggapannya terhadap Nabi Muhammad. Salah satu kritikannya
terhadap al-Qur’an adalah kritik bahasa Arab al-Qur’an.[2]
Sebagaimana yang
umumnya diketahui, bahasa Al-Qur’an termasuk kemukjizatan al-Qur’an itu
sendiri.[3]
Pengkajian dan kritik Arthur berupaya merontokkan kemukjizatan bahasa al-Qur’an.
Berdasarkan hal ini, mengenal dan mengetahui Arthur dan usahanya dalam
mengkritisi al-Qur’an perlu dipelajari, terutama kritiknya terhadap bahasa
al-Qur’an.
Pembahasan
Biografi Arthur Jeffrey
Arthur Jeffery lahir di
Melbourne 18 Oktober 1892 dalam keluarga Kristen Metodis.[4]
Ia menyelesaikan pendidikan S1 (1918) dan S2 (1920) di Universitas Melbourne,
kemudian pergi ke Madras dan mengajar di Akademi Kristen Madras (Madras
Christian College). Di akademi inilah ia bertemu Pendeta Edward Sell
(1839-1932), seorang dosen yang sekaligus seorang missionaries yang jauh lebih
senior. Dialah yang menjadi pemicu Jeffery untuk mengkaji historisitas
al-Qur’an.[5]
Pendeta Edward Sell
seorang tokoh missionaries terkemuka di India. Ia pembicara penting pada
“Konferensi Umum Kedua Tentang Misi Untuk Kaum Muslimin” (The Second General
Conference on Mission to Moslems) yang diadakan di Lucknow pada tahun 1911.
Konferensi Lucknow tersebut menghasilkan agenda-agenda diantaranya mendirikan
berbagai proyek pendidikan seperti Newman School of Mission di
Yerussalem, The Henry Martyn School di India dan The
School of Oriental Studies di Universitas Amerika, Kairo.[6]
Pendekatan Sell
memiliki hasrat supaya para missionaries mulai mengkaji historisitas al-Qur’an.
Menurutnya, metode studi kritis Bibel juga perlu diterapkan dalam studi kritis
al-Qur’an. Ia sendiri telah memberi contoh bagaimana hal tersebut bisa diterapkan,
sebagaiman tertulis dalam bukunya Historical Development of the Qur’an, yang
diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.
Jeffery mengakui, bahwa
Pendeta Sell adalah yang pertama kali memberikan inspirasi untuk mengkaji
historisitas al-Qur’an. Sekalipun begitu, Jeffery berpendapat bahwa gagasan
Sell bukanlah orisinil. Karya Sell merupakan ringkasan dan penyederhanaan dari
karya Theodor Noldeke (1836-1930), Geschichte de Qorans (Sejarah
al-Qur’an).[7]
Hanya setahun Jeffrey
mengajar di Madras. Ia mendapat tawaran dari Dr. Charles R. Watson, Presiden
pertama American University, Kairo, untuk menjabat sebagai staf di
fakultas School of Oriental Studies (S.O.S). Pada tahun 1921, Jeffery berangkat
ke Kairo dan menjadi staf junior di Fakultas School of Oriental Studies.
Di sana banayak berkumpul para misionaris bertaraf internasional seperti Earl
E. Elder, William Henry Temple Graidner dan Samuel Marinus Zwemer, pendiri
Konferensi Umum Misionaris Kristen sekaligus pendiri jurnal The Muslim
World.[8]
Berada bersama para
misionaris dan orientalis termuka dunia, fikiran Jeffery pun tidak jauh dengan
mereka. Mengenai sirah Rasulullah saw, Jeffery misalnya berpendapat bahwa
“Mohammed” adalah seorang kepala perampok (a robber chief),
politikus (a politician) dan opportunis (an opportunist). Menurut
Jeffery, untuk mengatakan bahwa “Mohammed” adalah utusan Allah masih perlu
pembuktian. Pendapat seperti ini, lanjut Jeffery, sudah disimpulkan sebelumnya
oleh Leone Caetani (m. 1935), Christiaan Snouck Hurgronje (m.1936), Henri
Lammens (m. 1937), dan D.S. Margoliouth (m. 1940).
Jeffery banyak sekali
menuangkan gagasannya dalam Jurnal The Muslim World. Ia menulis
untuk pertama kalinya dalam jurnal tersebut mengenai Eclecticism in
Islam (1922). Pada tahun 1923, Jeffery menyelesaikan masa bujangannya
dengan mengawini Elsie Gordon Walker, sekretaris bosnya, Dr. Charles R. Watson.
Pada tahun 1929, Jeffery mendapat gelar Doktor dari Universitas Edinburgh
dengan anugerah yang sangat istimewa (with special honors).[9]
Pada tahun 1938,
Jeffery mendapat anugerah gelar Doktor dalam kesusastraan (D.Litt) dengan
prestasi summa cum laude dari Edinburg University.
Pada tahun yang sama, Jeffery meninggalkan Universitas Amerika di Kairo menuju
Universitas Columbia di Amerika Serikat. Dalam pandangan John S. Badeau, salah
seorang koleganya, kepergian Jeffery dari School of Oriental Studies merupakan
kehilangan besar. Memang Jeffery memiliki beberapa kelebihan dibanding
koleganya. Salah satunya, misalnya, adalah penguasaan terhadap ragam bahasa.
Selain bahasa ibunya, ia menguasai 19 bahasa. Disebabkan kemampuannya, semasa
di Universita Columbia, Jeffery menjabat sebagai Guru Besar di Fakultas Near
Eastern and Middle East Language. Ia juga mengetuai bidang Sejarah Agama-agama
untuk program doctor di Fakultas agama. Bidang tersebut merupakan program
kerjasama Komite Persatuan Seminari Teologis (Union Theological Seninary) New
York dan Universitas Columbia.
Pada tahun 1953-1954,
Jeffery menjabat sebagai Direktur Tahunan Pusat Penelitian Amerika (Annual
Director of the American Research Centre), Mesir. Ketika menjabat posisi
tersebut, Jeffery mengedit Muqaddimataani fi Uluumi al-Qur’an wa humaa
Muqoddimah Kitab al-Mabaani wa Muqoddimah Ibnu Atiyyah (Dua
Muqoddimah Ulumul Qur’an: Muqoddimah Kitab al-Mabaani dan Muqoddimah Ibnu
Atiyyah) yang diterbitkan di Kairo pada tahun 1954.
Keseriusan Jeffery
mengkaji al-Qur’an terus dilakukan dengan konsisten sampai akhir hayatnya. Pada
tahun 1957, terbitlah buku Jeffery berjudul The Koran, Selected Suras:
Translated from the Arabic. Dalam buku ini Jeffery menerjemahkan 64 surah
al-Qur’an dan memberi catatan-catatan. Dalam terjemahannya, Jeffery menyusun
sendiri urutan-urutan surah-surah yang menggambarkan keyakinannya tentang
susunan surah al-Qur’an yang sebenarnya. Jeffery tidak menganggap al-Fatihah sebagai
bagian dari al-Qur’an. Bagi Jeffery, surah kedua bukan al-Baqarah,
tetapi al-Alaq, Surah ketiga bukan Ali Imron,
tetapi al-Mudaththir. Susunan surat yang mirip itu sudah dilakukan
sebelumnya oleh para orientalislain seperti Theodor Noldeke, Friederich
Schwally, Edward Sell, Richard Bell dan Regis Blachere.[10]
Jeffery meninggal di
Milford Selatan (South Milford), Kanada pada tanggal 2 Agustus 1959. Ia
dimakamkan di Perkuburan Woodlawn, pinggiran Annapolis Royal di Lequille,
Kanada. Kepergiannya meninggalkan perasaan duka yang sangat mendalam bagi
kawan-kawan dan murid-muridnya. Awal Januari tahun 1960, Jurnal The Muslim
World memuat tulisan ringkas dari para sahabatnya yang memuji kepribadian dan
intelektualnya. John S. Badeau menggambarkan Jeffery, sebagai seorang pendeta
Gereja Metodis yang sangat kuat keagamaannya. Bahkan kajiannya pada Islam
sangat diwarnai dengan ke-kristenan-nya.[11]
Kritiknya Terhadap Bahasa Al-Qur’an
Jeffery mulai
menggeluti gagasan kritis-historis al-Qur’an sejak tahun 1926. Ia menghimpun
segala jenis berbagai varian tekstual yang bisa didapatkan dari berbagai sumber
seperti buku-buku tafsir, hadits, kamus, qiro’ah, karya-karya filologis dan
manuskrip. Semua ini dilakukannya untuk merealisasikan gagasan ambisiusnya
yaitu, membuat al-Qur’an Edisi Kritis (a critical edition of the Koran).
Dalam fikiran Jeffery,
gagasan ambisius ini bisa direalisasikan dengan dua hal. Pertama,
menampilkan hadits-hadits mengenai teks al-Qur’an. Kedua, menghimpun dan
menyusun segala informasi yang tersebar di dalam seluruh kesusastraan Arab,
yang berkaitan dengan varian bacaan (varratio lection) yang resmi dan
tidak resmi tentang kritis-historis al-Qur’an.
Untuk mewujud gagasan
ambisius itu, Jeffery menggalang kerjasama dengan Professor Gotthelf
Bergstrasser. Mereka berangan-angan dapat memuat terobosan baru dalam studi
sejarah teks al-Qur’an. Caranya dengan bekerja keras menghimpun segala
informasi dan sumber yang ada mengenai al-Qur’an. Akan tetapi, usaha mereka
buyar karena segala bahan yang telah mereka kumpulkan di Munich sehingga
mencapai 40.000 naskah, musnah terkena bom tentara sekutu pada Perang Dunia II.
Meratapi peristiwa yang sangat kelam ini, Jeffery mengatakan : “Seluruh
tugas kolosal harus dimulai lagi dari awal. Jadi, amat sangat diragukan jika
generasi kita akan melihat kesempurnaan teks al-Qur’an edisi kritis yang
sebenarnya.”[12]
Dalam mengkritik
al-Qur’an, Jeffery mengklaim bahwa tafsir Al-Qur’an yang sudah ada tidak kritis
dan belum memuaskan karena tidak memuat pengaruh bahasa asing. Dalam pandangan
Jeffery, Al-Qur’an terpengaruh berbagai bahasa asing seperti Ethiopia, Aramaik,
Ibrani, Syriak, Yunani kono, Persia, dan bahasa lainnya. Jadi, kosa kata yang
ada di dalam Al- Qur’an mengambil istilah-istilah dari Yahudi, Kristen dan
budaya lain. Jika pengaruh kosa kata asing di dalam Al-Qur’an bisa
dieksplorasi, Jeffery berharap maka kamus Al-Qur’an yang memuat sumber-sumber
filologis, epigrafi, dan analisa teks akan bisa diwujudkan. Kamus tersebut akan
digunakan untuk meneliti secara menyeluruh kosa kata Al-Qur’an. Dalam benak
Jeffery, kamus Al-Qur’an tersebut bisa dibandingkan dengan kamus (Worterbuch)
ynag sudah digunakan untuk Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Kajian Jeffery mengenai
pengaruh kosa kata asing di dalam Al-Quran diterbikan pada tahun 1938, dengan
judul The ForeignVocabulary of the Qur’an (kosa kata asing
Al-Qur’an). Di dalam karya tersebut, Jeffery membahas sekitar 275 kata
di dalam Al-Qur’an yang dia anggap berasal dari kosa kata asing.
Salah satu tujuan yang
ingin ditonjolkan oleh Jeffery dengan menggunakan pendekatan filologis terhadap
Al-Qur’an adalah untuk menyimpulkan bahwa kosa kata dan isi ajaran Al-Qur’an
diambil dari tradisi kitab suci yahudi, Kristen, dan budaya lain. Muhammad
meminjam, mengubah, dan menggunakan istilah-istilah asing tersebut untuk
disesuaikan dengan kepentingannya.
Analisa filologis
Jeffery membuka jalan bagi Ephraem Malki, seorang fanatic Kristen Ortodoks
Syiria, berasal dari Lebanon, namun berwarganegaraan Jerman, yang menggunkan
nama samaran Christoph Luxenberg. Luxenberg menggunakan kajian filologis
mendekonstruksi otentisitas Mushaf ‘Uthman. Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa Syiria-Aramik. Bukan bahasa Arab. Ia mengklaim bahwa
Al-Qur’an hanya bisa dimengerti lebih baik dan lebih akurat kalau dibaca sesuai
dengan bahasa asalnya, yaitu Syiria-Aramik, sebagaimana terungkap dalam bukunya
yang berjudul “Cara membaca Al-Qur’an dengan bahasa Syria-Aramik: Sebuah
sumbangsih upaya pemecahan kesulitan memahami bahasa Al- Qur’an (Die
syro-aramaeische lesart desw Koran:Ein Beitrag zur Entschbluesselung der
Koranprache).
Asumsi Jeffery dan para
orientalis itu keliru karena menganggap tidak ada yang baru didalam Al-Qur’an.
Persamaan kosa kata Al-Qur’an dengan bahasa lain tidak mengharuskan bahwa
Al-Qur’an terpengaruh dengan bahasa-bahasa lain. Islam membawa makna baru
karena justru mengkritik ajaran Yahudi dan Kristen yang telah terdistrosi.
Islam menyempurnakan kekurangan dan kesalahan yang ada di dalam agama tersebut.
Jadi, sejumlah kosa kata asing beserta ajaran mengenai agama Yahudi dan Kristen
telah di-Islam-kan, dalam artian telah diisi dengan makna dan ajaran baru dari
Islam. Nampaknya, para orientalis ingin mengembalikan makna di dalam Al-Qur’an
kepada ajaran Yahudi-Kristen. Disini jelas bahwa asumsi mereka salah atau
mereka mempunyai kepentingan disebalik asumsi mereka itu.[13]
Bahasa Arab Al-Qur’an
adalah bahasa Arab dalam bentuk baru. Sekalipun kata-kata yang sama di dalam
Al-Qur’an telah digunakan pada zaman sebelum Islam, kata-kata tersebut tidak
berarti memiliki peran dan konsep yang sama. Al-Qur’an telah mengislamkan
struktur-struktur konseptual, bidang-bidang semantic dan kosa kata – khususnya
istilah-istilah dan konsep-konsep kunci yang digunakan untuk memproyeksikan
pandangan hidup islam. kata penghormatan (muruwwah) dan kemuliaan (karamah) sudah
ada sebelum islam kata-kata tersebut sangat terkait dengan memiliki banyak
anak, harta, dan karakter yang merefleksikan kelakian Al-Qur’an merubah semua
ini dengan sangat mendasar dengan memperkenalkan faktor kunci, ketakwaan
(taqwq). Al-Qur’an menyebutkan; “Sesungguhnya ynag paling Mulia di sisi
Tuhan-mu adalah orang yang paling bertakwa”. Selain itu, orang-orang arab
sebelum islam tidak pernah menghubungkan kemuliaan dengan buku-buku, kata-kata
(words or speech), sekalipun mereka sangat menghargai kemampuan
mengarang dan membaca puisi. Al- Qur’an menghasilkan perubahan semantic
yang dasar ketika kemuliaan diasosiasikan dengan kitab suci Al-Qur’an; kitab
karim, atau dengan perkataan yang baik kepada orang tua (qawl
karim). Contoh lain terjadi juga pada kata persaudaraan (ikhwah),
yang berkonotasi kekuatan dan kesombongan kesukuan, yang terkait dengan darah,
dan tidak merujuk kepada makna lain. Al- Qur’an lagi-lagi mengubah ini dengan
memperkenalkan gagasan persaudaraan yang dibangun atas dasar keimanan, yang
lebih tinggi dari pada pesaudaraan darah.[14]
Sebagai contoh lain,
kata Allah sudah ada sebelum Islam datang. Ayahanda Rasulullah saw
bernama’Abdullah. Namun ketika Islam mengenalkan Allah, makna kata tersebut
bertentangan dengan makna kata Allah sebelum Islam datang. kata Allah, setelah
datangnya Islam, telah mengalami perubahan makna yang sangat fundamental.
Mengembalikan makna kata Allah kepada zaman sebelum Islam, bisa berarti
kemusyrikan.
Kesimpulan
Jeffrey adalah
orientalis yang produktif dalam studi Islam, khususnya mengenai
sejarah al-Qur’an dan teksnya. Jika dilihat dari beberapa karyanya mengenai
Islam, Jeffrey termasuk orang yang mencoba mengkritik Islam secara ilmiah,
namun sepertinya keilmiahannya tersebut lebih condong pada keinginan untuk
mencari-cari dan atau mencoba membangun membuat kelemahan dalam teks al-Qur’an
yang disucikan oleh umat muslim.
Di balik itu semua,
Jeffrey adalah orang yang menyebabkan beberapa ulama Islam menjadi termotivasi
untuk menandingi penelitiannya terhadap keotentikan al-Qur’an. Selain itu, Jeffrey juga sebenarnya tidak hanya mengkritik
al-Qur’an, namun juga ia dengan cermat mengkritisi beberapa kitab suci agama
lainnya. Oleh sebab itu, menurutnya al-Qur’an sebagai agama termuda juga tidak
menutup kemungkinan untuk dikritisi, baik dari segi sejarah maupun teksnya
sendiri. Oleh sebab itu, dalam hal ini, Jeffrey juga sangat berperan untuk memberikan
dan menginformasikan data tambahan mengenai al-Qur’an.
[1] Mazin bin Shalah
Mathbaqani, profesor di bidang orientalis di Universitas al-Imam Muhammad bin
Su’ud al-Islamiyah membagi tujuan orientalis yaitu: tujaun agama, tujuan
ilmiyah, tujuan ekonomi dan perdagangan, tujuan politik atau penjajahan, serta
tujuan peradaban. Lihat dalam Mazin bin Shalah Matbaqani,
al-Istisyraq, (tth:tt), Hal. 6-9.
[2] Selengkapnya bisa
dilihat dalam Arthur Jeffrey, “The Quest of the Historical Muhammad.”
Dalam The Muslim World, vol. 16: 1926, Hal. 327-482.
[3] Ada tiga aspek
utama kemukjizatan al-Qur’an. Pertama, segi keindahan dan ketelitain bahasa.
Kedua, aspek isyarat ilmiyah, dan ketiga aspek pemberitaan ghaib. Lihat ... M.
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Apek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiyah, dan Peringatan Gaib (Bandung: Mizan, 2006) Hal. 114
[4] Methodis adalah yang mengikuti garis teologi yang
dikembangkan oleh John Wesley yang mengikuti pandangan Arminian (Jacobus Arminius)
dalam hal Urutan Proses Keselamatan (Ordo Salutis). Oleh pihak Calvinis,
Arminian sering secara sengaja ataupun tidak sengaja dituduh sebagai pengikut Pelagius yang ditentang habis-habisan oleh Augustinus dari Hippo. Pelagius mengatakan bahwa manusia memilikikehendak bebas,
artinya manusia mampu menentukan sendiri keputusan-keputusan yang diambilnya,
sementara Augustinus mengatakan bahwa manusia tidak mampu mengambil
keputusannya sendiri, melainkan hanya berdasarkan karunia Allah semata. Pelagius juga berpendapat bahwa setelah jatuh dalam dosa, manusia
masih cenderung baik dan bisa menyelamatkan diri dengan perbuatan baik. Arminius (dan Wesley) berbeda dengan Pelagius karena mereka berpendapat bahwa setelah Kejatuhan,
manusia cenderung berdosa dan hanya bisa diselamatkan karena karunia Allah
semata. Lihat... http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Metodis diunduh pada
18/12/2014 pkl. 05:30 wib.
[5] Adnin Armas, “Arthur
Jeffery: Orientalis Penyusun al-Qur’an Edisi Kritis”, Majalah Islamia,
Vol III No.1, 2006, Hal 73.
[6] Ibid,. Hal. 74, dikutip
dalam... J. Christy Wilson, “The Epic of Samuel Zwemer”, The Muslim
World, 57 (1967), No.2, Hal. 87
[7] Ibid,. Hal. 74; dikutip
dalam... Arthur Jeffery, “The Quest of The Historical Mohammed”, The
Muslim World 16 (1926), Hal 330.
[8] Ibid. Hal. 75
[9] Arthur Jeffery, “Christian
at Mecca”, The Muslim World 19 (1929), Hal. 235
[10] Ibid., Hal. 76
[11] Ibid., Hal.
77; John S. Badeau, “Arthur Jeffery – A Tribute,” The Muslim
World 50 (1960), Hal. 96
[12] Adnin Armas, “Kritik
Arthur Jeffery Terhadap al-Qur’an,” Majalah Islamia, tahun I
No.2/Juni-Agustus 2004, Hal 8
[13] Ibid., Hal. 10
[14] Wan Mohd Nor Wan Daud, The
Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An
Exposition of The Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: ISTAC,
1998), Hal. 318